Minggu, 22 Mei 2016



LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR-DASAR ILMU TANAH
ACARA 1
PENYIAPAN CONTOH TANAH




Oleh
Nama             : Marwah Irma Ajriah
NIM              : A1L114026
Rombongan  : H1
PJ Asisten     : Yeni Fatimah


KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2015

                                                                                                                                      I.            PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Tanah terdapat dimana-mana, tetapi kepentingan orang terhadap tanah berbeda-beda. Seorang ahli pertambangan menganggap tanah sebagai sesuatu yang tidak  berguna karena menutupi barang tambang yang ddicarinya. Semua bahan yang digali kecuali batu-batunya dinamakan tanah. Demikian pula seorang ahli jalan menganggap tanah adalah bagian permukaan bumi yang lembek sehingga perlu dipasang batu-batu dipermukaannya agar menjadi kuat. Dalam kehidupan sehari-hari tanah diartikan sebagai wilayah darat dimana diatanya dapat digunakan untuk berbagai usaha, mislanya pertanian, peternakan, mendirikan bangunan, dan lain-lain.
Dalam pertanian tanah diartikan lebih khusus, yaitu sebagai media tumbuhnya tanaman darat. Tanah berasal dari hasil pelapukan batuan bercampur dengan sisa-sisa bahan organik dan organisme (vegetasi atau hewan) yang hidup diatasnya atau di dalamnya. Selain itu di dalam tanah terdapat pula udara dan air.
Media yang baik bagi pertumbuhan tanaman harus mampu menyediakan kebutuhan tanaman seperti air, udara, unsur hara, dan terbebas dari bahan-bahan beracun dengan konsentrasi yang berlebihan. Dengan demikian sifat-sifat fisik tanah sangat penting untuk dipelajari agar dapat memberikan media tumbuh yang ideal bagi tanaman. Oleh karena itu tanah harus dikelola dengan sebaik-baiknya agar tanah sebagai sumber daya alam dapat digunakan secara berkesinambungan.

B.   Tujuan
1.      Menyiapkan contoh tanah kering angin/udara dengan diameter 2 mm untuk penetapan kadar airtanah kering angin, kadar air kapasitas lapang, dan acara derajat kerut tanah.
2.      Menyipakan contoh tanah halus berdiameter 0,5 mm untuk penetapan kadar air maksimum tanah, dan acara derajat kerut tanah.


                                                                                                                      II.            TINJAUAN PUSTAKA
Tanah adalah salah satu sistem bumi, yang bersamaan dengan sistem bumi yang lain yaitu air dan atmosfer, menjadi inti, fungsi, perubahan dan kemantapan ekosistem. Tanah berkedudukan khas dalam masalah ingkungan hidup,merupakan kimia lingkungan dan membentuk landasan hakiki bagi manusia (Notohadiprawiro, 1998).
Tanah adalah akumulasi tubuh alam bebas, menduduki sebagian besar permukaan planet bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman dan memiliki sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam keadaan relief tertentu selama jangka waktu tertentu pula (Darmawijaya, 1997).
Tanah merupakan media pertumbuhan berbagai tanaman. Tanah terdiri atas berbagai komponen organik dan komponen anorganik. Komponen organik meliputi karbohidrat, asam dan senyawa lain. Komponen anorganik tanah terdiri atas fragmen-fragmen batuan dan mineral dalam berbagai ukuran dan komposisi. Komponen anorganik umumnya berupa silikat dan oksida. Berdasarkan ukurannya dikenal tiga bagian utama, yaitu fraksi kasar yang disebut pasir, fraksi halus yang disebut debu, dan fraksi sangat halus yang disebut lempung (Kim H.Tan, 1992).
Berbagai jenis tanah mempunyai sifat fisis dan sifat kimia yang berlainan satu sama lain. Sifat-sifat ini tentu saja dipengaruhi oleh komposisi kimia dan lokasi keberadaan tanah tersebut Pemberian perlakuan akan memberikan pengaruh yang berbeda, tergantung pada karakteristik tanah asli. Sifat fisis dan sifat kimia ini tentu saja akan berpengaruh pada sifat yang dikaitkan dengan pemanfaatannya, yaitu sifat adsorptif (Siti S, dan Susila K, 2007)
Pengambilan contoh tanah berupa contoh tanah terganggu dan agregat utuh. Contoh tanah terganggu digunakan untuk analisis sebaran partikel tanah (tekstur tanah) dan kandungan bahan organik tanah, sedangkan agregat utuh digunakan untuk analisis kemantapan agregat tanah (Fort,1986).
Kesalahan dalam pengambilan contoh tanah meliputi tiga katagori umum, yaitu kesalahan pengambilan contoh, kesalahan dalam seleksi, dan kesalahan pengukuran (Das, 1950). Masing-masing kesalahan, nyata berkontribusi pada total kesalahan, dan mempertimbangkan masingmasing kesalahan sangat penting untuk menjamin prosedur pengambilan contoh yang memuaskan. Kesalahan pengambilan contoh adalah kesalahan yang timbul karena contoh tanah diambil terlalu sedikit dibandingkan dengan luas areal atau populasinya. Hal ini disebabkan oleh variasi antara unit-unit populasi dalam suatu populasi. Kesalahan ini dapat dihilangkan hanya dengan memasukkan seluruh populasi sebagai contoh (Husein Suganda, Achmad Rachman, dan Sutono, 2013)
Dengan demikian pengambilan contoh tanah yang diambil dilapangan haruslah representatif artinya contoh  tanah tersebut harus mewakili suatu areal atau luasan tertentu. Penyebab utama dari contoh tanah tidak representatif adalah kontaminasi, jumlah contoh tanah yang terlalu sedikit untuk daerah yang variabilitas keuburannya tinggi (Poerwowidodo,1991).
                                                                                                               III.            METODE PRAKTIKUM
A.   Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum acara penyiapan contoh tanah adalah mortir dan penumbuknya, saringan (2 m, 1 mm, 0,5 mm), tambir untujk peranginan, kantong plastik, spidol untuk meulis label. Sedangkan bahan yang digunakan adalah contoh tanah terganggu yang telah diambil dari lapang dan sudah dikeringkan selama kurang lebih satu minggu.

B.   Prosedur Kerja
1.      Contoh tanah yang sudah dikeringanginkan ditumbuk dalam mortir secara hati-hati, kemudian diayak dengan saringan berturut-turut dari yang berdiameter 2 mm, 1 mm dan 0,5 mm. Contoh tanah yang tertampung di atas saringan berturut-turut dari yang berdiameter 2mm, sedang yang lolos saringan 0,5 mm adalah contoh tanah halus (< 0,5).
2.      Contoh tanah yang diperoleh dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label seperlunya.



                                                                                                      IV.            HASIL DAN PEMBAHASAN
A.   Pembahasan
Menurut Young (1976) Andisol secara genetik diartikan sebagai tanah yang berasal dari abu vulkanik yang mengandung proporsi yang tinggi bahan vitrik (glassy). Andisol adalah tanah yang berkembang dari  bahan vulkanik seperti abu vulkan,  batu apung, silinder, lava dan sebagainya, dan atau bahan volkanik lastik yang fraksi koloidnya didominasi oleh mineral “short range order” (alofan, imogolit, ferihidrit) atau kompleks Al humus.
Dalam keadaan lingkungan tertentu, pelapukan alumino silikat primer dalam bahan induk non-vulkanik dapat menghasilkan mineral “short range order”, sebagian tanah seperti ini yang termasuk dalam Andisol (Hardjowigeno, 1993).
Tanah Andisol adalah tanah yang  berwarna hitam kelam, sangat porous, mengandung bahan organik dan lempung tipe amorf, terutama alofan serta sedikit silika, alumina atau hodroxida-besi. Tanah yang terbentuk dari abu vulkanik ini umumnya ditemukan didaerah dataran tinggi (>400 m di atas  permukaan laut) (Darmawijaya, 1990).
Aktivitas gunung api menghasilkan  bahan piroklastik yang merupakan sumber bahan induk tanah vulkanis, yang dalam Sistem Taksonomi Tanah diklasifikasikan sebagai Andisol (Soil Survey Staff, 1990). Luas Andisol di Indonesia mencapai 6,5 juta ha atau sekitar 3,4% dari luas daratan dan merupakan areal  pertanian yang penting, terutama untuk tanaman hortikultura dan  perkebunan (Lembaga Penelitian tanah, 1972).
Tanah vulkanis atau tanah andisol adalah tanah yang terjadi dari  pelapukan batu-batuan vulkanis, baik dari batu yang telah membeku, maupun dari abu gunung api. Tanah tuff terjadi dari abu gunung api dan  bersifat sangat subur. Salah satu ciri tanah andisol adalah warna merah kecoklatan hingga hitam kelam. Tanah andisol sangat cocok untuk daerah pertanian dan perkebunan. Tanah Vulkanis merata di wilayah Indonesia, sesuai dengan persebaran gunung api, sperti di Jawa dan Sumatera). (Amir dan Kun). Proses pembentukan tanah yang utama pada Andisol adalah  pelapukan dan transformasi (perubahan bentuk). Proses  pemindahan bahan (translokasi) dan  penimbunan bahan-bahan tersebut di dalam solum sangat sedikit. Akumulasi bahan organik dan terjadinya kompleks bahan organik dengan Al merupakan sifat khas pada  beberapa Andisol (Hardjowigeno, 1993).
Tanah andisol terbentuk di wilayah dataran tinggi lebih dari 1000 mdpl yang memiliki curah hujan antara 2.500-7000 mm/tahun. Sifat tanah andisol umumnya peka terhadap erosi. Produktivitas tanah ini sedang hingga tinggi. Penggunaannya terutama untuk tanaman sayuran, kopi, buah-buahan, teh, kina dan pinus. (Sri dan dkk, 2007)
Di Indonesia, Ultisol umumnya belum tertangani dengan baik. Dalam skala besar, tanah ini telah dimanfaatkan untuk perkebunan kelapa sawit, karet dan hutan tanaman industri, tetapi pada skala petani kendala ekonomi merupakan salah satu penyebab tidak terkelolanya tanah ini dengan baik. Pemanfaatan tanah Ultisol untuk pengembangan tanaman pangan lebih banyak menghadapi kendala dibandingkan dengan untuk tanaman perkebunan. Oleh karena itu, tanah ini banyak dimanfaatkan untuk tanaman perkebunan kelapa sawit, karet, dan hutan tanaman industri, terutama di Sumatera dan Kalimantan (B.H. Prasetyo dan D.A. Suriadikarta, 2006).
Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia (Subagyo et al. 2004). Sebaran terluas terdapat di Kalimantan (21.938.000 ha), diikuti di Sumatera (9.469.000 ha), Maluku dan Papua (8.859.000 ha), Sulawesi (4.303.000 ha), Jawa (1.172.000 ha), dan Nusa Tenggara (53.000 ha). Tanah ini dapat dijumpai pada berbagai relief, mulai dari datar hingga bergunung.
Ultisol dapat berkembang dari berbagai bahan induk, dari yang bersifat masam hingga basa. Namun sebagian besar bahan induk tanah ini adalah batuan sedimen masam. Penampang tanah yang dalam dan kapasitas tukar kation yang tergolong sedang hingga tinggi menjadikan tanah ini mempunyai peranan yang penting dalam pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia. Hampir semua jenis tanaman dapat tumbuh dan dikembangkan pada tanah ini, kecuali terkendala oleh iklim dan relief. Kesuburan alami tanah Ultisol umumnya terdapat pada horizon A yang tipis dengan kandungan bahan organik yang rendah (B.H. Prasetyo dan D.A. Suriadikarta, 2006).
Tanah Ultisol dari bahan sedimen sudah mengalami dua kali pelapukan, yang pertama pada waktu pembentukan batuan sedimen dan yang kedua pada wak-tu pembentukan tanah. Dengan demikian ada kemungkinan bahwa kandungan Al pada batuan sedimen sudah sangat tinggi. Kondisi ini akan berbeda bila tanah Ultisol terbentuk dari bahan volkan dan batuan beku. Pada tanah tersebut Al hanya berasal dari pelapukan batuan bahan induknya. Kondisi ini juga masih dipengaruhi oleh pH. Pada bahan induk yang bersifat basa, pelepasan Al tidak sebanyak pada batuan masam, karena pH tanah yang tinggi dapat mengurangi kelarutan hidroksida Al. (B.H. Prasetyo dan D.A. Suriadikarta, 2006).
Inceptisol adalah tanah yang belum matang (immature) dengan perkembangan profil yang lebih lemah dibanding dengan tanah matang, dan masih banyak menyerupai sifat bahan induknya. Penggunaan Inceptisol untuk pertanian atau nonpertanian adalah beraneka ragam. Daerah-daerah yang berlereng curam atau hutan, rekreasi atau wildlife, yang berdrainase buruk hanya untuk tanaman pertanian setelah drainase diperbaiki (Hardjowigeno, 1993).
Inceptisol merupakan tanah yang tersebar luas di Indonesia terutama di daerah perairan yang rentan terhadap pencemaran akibat tumpahan minyak atau oli.Tanah Inceptisol yang mengandung jenis mineral liat termasuk tanah pertanian utama di Indonesia karena mempunyai sebaran yang sangat luas. Luasannya sekitar 70,52 juta ha atau 37,5% (Puslittanak, 2000). Tanah tersebut mempunyai prospek yang cukup besar untuk dikembangkan sebagai sentra produksi tanaman pangan terutama padi, jagung, dan kedelai asal diba- rengi dengan pengelolaan tanah dan tanaman yang tepat.
Inceptisol yang banyak dijumpai pada tanah sawah memerlukan masukan yang tinggi baik untuk masukan anorganik (pemupukan berimbang N, P, dan K) maupun masukan organik (pencampuran sisa panen kedalam tanah saat pengolahan tanah, pemberian pupuk kandang atau pupuk hijau) terutama bila tanah sawah dipersiapkan untuk tanaman palawija setelah padi. Kisaran kadar C-Organik dan kapasitas tukar kation (KTK) dalam inceptisol dapat terbentuk hampir di semua tampat, kecuali daerah kering, mulai dari kutub sampai tropika (Munir, 1996).
Beberapa factor yang mempengaruhi pembentukan Inceptisol adalah:
1. Bahan induk yang sangat resisten.
2. Posisi dalam landscape yang ekstrim yaitu daerah curam atau lembah.
3. Permukaan geomorfologi yang muda, sehingga pembentukan tanah belum lanjut.
Tidak ada proses pedogenik yang dominan kecuali leaching, meskipun mungkin semua proses pedogenetik adalah aktif. Di lembah-lembah yang selalu tergenang air terjadi proses gleisasi sehingga terbentuk tanah dengan khroma rendah. Di tempat dengan bahan induk resisten, proses pembentukan liat terhambat. Bahan induk pasir kuarsa memungkinkan pembentukan hodison spodik melalui proses podsolisasi. (Darmawijaya, 1990)
 Entisol merupakan tanah yang baru berkembang. Walaupun demikian tanah ini tidak hanya berupa bahan asal atau bahan induk tanah saja tetapi harus sudah terjadi proses pembentukan tanah yang menghasilkan epipedon okhrik. Banyak tanah Entisol yang digunakan untuk usaha pertanian misalnya di daerah endapan sungai atau daerah rawa-rawa pantai. Padi sawah banyak ditanam di daerah-daerah Aluvial ini (Hardjowigeno, 1993).
Bahan penyusun tanah ini kebanyakan berupa bahan tanah yang masih lepas, dengan perkembangan tanah yang sangat lemah dan daya menahan air sedikit (Notohadiprawiro, 1998). Menurut Darmawijaya (1997) profil Entisol tidak memperlihatkan translokasi bahan. Entisol dapat dimanfaatkan secara intensif sebagai kawasan budidaya padi sawah. Tanah ini pada umumnya memberikan hasil produksi padi cukup baik bila dipupuk N, P, dan K secara cukup dan penyediaan airnya dapat dikendalikan (Munir, 1996).
 Di Indonesia tanah Entisol banyak diusahakan untuk areal persawahan baik sawah teknis maupun tadah hujan pada daerah dataran rendah. Tanah ini mempunyai konsistensi lepas-lepas, tingkat agregasi rendah, peka terhadap erosi dan kandungan hara tersediakan rendah. Potensi tanah yang berasal dari abu vulkan ini kaya akan hara tetapi belum tersedia, pelapukan akan dipercepat bila terdapat cukup aktivitas bahan organik sebagai penyedia asam-asam organik (Tan, 1986).
Vertisol adalah tanah yang berwarna abu-abu,gelap hingga kehitaman, bertekstur liat, mempunyai sklickenside dan rekahan yang secara periodik dapat membuka dan menutup. Tanah vertisol umumnya terbentuk dari bahan sedimen yang mengandung mineral smektit dalam jumlah tinggi, di daerah datar, cekungan hingga berombak ( Driessen and Dudal, 1989 ).
Pembentukan tanah Vertisol terjadi melalui dua proses utama, pertama proses terakumulasinya mineral 2:1 (smektit) dan yang kedua adalah  proses mengembang dan mengkerut yang erjadi secara periodik sehingga membentuk slickenside atau relief mikro gilgani (van Wambeke,1992). Tanah ini sagat dipengaruhi oleh proses argillipedoturbation, yaitu prosespencampuran tanah lapisan atas dan bawah yang diakibatkan oleh kondisi basah dan kering yang disertai pembentukan rekahan-rekahan secara periodik (Fanning and Fanning,1989).
Hardjowigeno .(1993) menyatakan bahwa faktor penting dalam pembentukan tanah ini adalah adanya musim kering di setiap tahun, meskipun lama musim kering tersebut bervariasi. Di daerah yang paling kering, tanah hanya basah selama 1-2 bulan. Sedangkan di daerah yang paling basah tanah hanya kering selama beberapa minggu setiap tahun.
Vertisols yang ditemukan antara 50 ° N dan 45 ° S khatulistiwa. area utama di mana vertisols yang dominan adalah timur Australia (khususnya pedalaman Queensland dan New South Wales), Dataran Tinggi Deccan India, dan bagian selatan Sudan, Ethiopia, Kenya, dan Chad (yang Gezira), dan Sungai Parana rendah di Amerika Selatan . daerah-daerah lain dimana vertisols yang dominan termasuk Texas selatan dan Meksiko yang berdekatan, timur laut Nigeria, Thrace, dan bagian dari Cina timur. Vegetasi alami vertisols adalah padang rumput, savana, atau hutan berumput.
Pengambilan contoh tanah merupakan tahapan penting untuk penetapan sifat-sifat fisik tanah di laboratorium. Prinsipnya, hasil analisis sifat-sifat fisik tanah di laboratorium harus dapat menggambarkan keadaan sesungguhnya sifat fisik tanah di lapangan. Keuntungan penetapan sifat-sifat fisik tanah yang dilakukan di laboratorium dapat dikerjakan lebih cepat, dan dalam jumlah contoh tanah relatif lebih banyak. Kerugiannya adalah contoh tanah yang diambil di lapangan bersifat destruktif, karena dapat merusak permukaan tanah, seperti terjadinya lubang bekas pengambilan contoh tanah, cenderung menyederhanakan kompleksitas sistem yang ada di dalam tanah, dan sebagainya.
Ada tiga macam cara pengambilan contoh tanah, yaitu :
1.      Contoh tanah utuh atau tidak terganggu (undisturb soil sampel) : digunakan untuk analisis sifat fisik tanah (bonot isi, prioritas dan permeabilitas tanah).
2.      Contoh tanah terganggu (undisturb soil agregate) : digunakan untuk analisis sifat kimia dan sifat fisik lainnya (tekstur, kadar air tanah /pF) dapat diambil denganmenggunakan cangkul,sekop, atau auger (bor tanah).
3.      Contoh tanah agregat utuh (undisturb soil agregate) : digunakan analisis indeks kestabilitas agregat. Dapat diambil menggunakan cangkul pada kedalaman 0-20 cm (Leiwakabessy, 1985).
Contoh tanah utuh merupakan contoh tanah yang diambil dari lapisan tanah tertentu dalam keadaan tidak terganggu, sehingga kondisinya hampir menyamai kondisi di lapangan. Contoh tanah tersebut digunakan untuk penetapan angka berat volume (berat isi, bulk density), distribusi pori pada berbagai tekanan (pF 1, pF 2, pF 2,54, dan pF 4,2 dan permeabilitas. Untuk memperoleh contoh tanah yang baik dan tanah di dalam tabung tetap seperti keadaan lapangan (tidak terganggu), maka perbandingan antara luas permukaan tabung logam bagian luar (tebal tabung) dan luas permukaan tabung bagian dalam tidak lebih dari 0,1.
Contoh tanah terganggu dapat juga digunakan untuk analisis sifatsifat kimia tanah. Kondisi contoh tanah terganggu tidak sama dengan keadaan di lapangan, karena sudah terganggu sejak dalam pengambilan contoh. Contoh tanah ini dapat dikemas menggunakan kantong plastik tebal atau tipis. Kemudian diberi label yang berisikan informasi tentang lokasi, tanggal pengambilan, dan kedalaman tanah. Label ditempatkan di dalam atau di luar kantong plastik. Jika label dimasukkan ke dalam kantong plastik bersamaan dengan dimasukkannya contoh tanah, maka label alam ini perlu dibungkus dengan kantong plastik kecil, agar informasi yang telah tercatat tidak hilang karena terganggu oleh kelembapan air tanah. Pengangkutan semua contoh tanah hendaknya berpegang kepada prinsip dasar, bahwa contoh tanah tidak boleh tercampur satu sama lain dan tidak mengalami perubahan apapun selama dalam perjalanan.
Contoh tanah agregat utuh adalah contoh tanah berupa bongkahan alami yang kokoh dan tidak mudah pecah Contoh tanah ini diperuntukkan bagi analisis indeks kestabilitas agregat (IKA). Contoh diambil menggunakan cangkul pada kedalaman 0-20 cm. Bongkahan tanah dimasukkan ke dalam boks yang terbuat dari kotak seng, kotak kayu atau kantong plastik tebal. Dalam mengangkut contoh tanah yang dimasukkan ke dalam kantong plastik harus hati-hati, agar bongkahan tanah tidak hancur di perjalanan, dengan cara dimasukkan ke dalam peti kayu atau kardus yang kokoh. Untuk analisis IKA dibutuhkan 2 kg contoh tanah. (Husein Suganda, Achmad Rachman, dan Sutono, 2013)


                                                                                                                                       V.            KESIMPULAN
A.   Simpulan
Tanah memiliki berbagai jenis, sifat fisik, dan sifat kimia. Hal tersebut bisa terjadi karena proses pembentukan yang berbeda-beda. Berdasarkan  atas horison-horison penciri dan sifat-sifat penciri lain maka tanah di dunia ini dapat dikelompokkan ke dalam dua belas ordo, yaitu alfisol,andisol, aridisol, entisol, gelisol, histosol, inceptisol, mollisol, oxisol, spodosol, ultisol dan vertisol. Namun dalam praktikum kali ini hanya ada contoh tanah andisol, ultisol, inceptisol, entisol, dan vertisol.
Setiap jenis tanah memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga tanaman yang cocok untuk ditanami pada setiap jenis tanah pun berbeda, begitu pula dengan cara bercocok tanam, dan pemupukannya. Dengan mengetahui berbagai jenis tanah, maka orang yang berkecimpung di bidang pertanian bisa mengetahui jenis tanah dan apa tanaman yang cocok untuk tanah tersebut. Sehingga pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik.
Penyiapan contoh tanah adalah tahap pertama untuk melakukan penelitian terhadap tanah. Ada tiga macam cara pengambilan contoh tanah, yaitu contoh tanah utuh, yaitu tanah yang belum terganggu. Yang kedua adalah contoh tanah tidak utuh, yaitu tanah yang sudah terganggu, bukan dalam keadaan alami seperti di lapang. Yang ketiga adalah contoh tanah agregat utuh, yaitu tanah yang berupa bongkahan utuh yang tidak mudah pecah.
B.   Saran
1.      Sebaiknya dalam penyiapan contoh tanah, pengambilan tanah dilakukan secara teliti agar tidak terjadi kesalahan.
2.      Dalam pengepakan/penyimpanan dan pemberian label dilakukan seecara hati-hati dan teliti agar tanah tidak rusak ataupun tertukar dengan tanah lain.


DAFTAR PUSTAKA
B.H. Prasetyo dan D.A. Suriadikarta, 2006. “Pengembangan Pertanian Lahan Kering Di Indonesia. Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian”. Bogor
Darmawijaya, M. I. 1997. Klasifikasi Tanah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Das, A. C. 1950. “Two-dimensional systematic sampling and associated stratified and random sampling”. Sankhya 10: 95-108.
Fort, Henry D. 1986. Fundamental of Soil Science. Yogyakarta: Gadjah Mada University.
Ghefira Rahimah Riony, Mohammad Iqbal, Mia Nur Aida, Nibras Hanif M., dan Trixie Almira Ulimaz. Tanah Andisol. Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran. 2013.
Hardjowigeno, Sarwono. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo.
Husein Suganda, Achmad Rachman, dan Sutono. 2013. “Petunjuk Pengambilan Contoh Tanah”. Pengambilan Contoh Tanah.pdf
 Junaidi. Muyassir. Syafruddin. 2013. “Penggunaan Bakteri Pseudomonas Fluorescens Dan Pupuk Kandang Dalam Bioremediasi Inceptisol Tercemar Hidrokarbon”. Magister Konservasi Sumberdaya Lahan .Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala.
Leiwakabessy, F. M. Dan O. Koswara.1985.Metode dan Teknik Pengumpulan, Analisis dan Interpretasi Data Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian  IPB.
Munir. 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia. Pustaka Jaya. Jakarta.
Notohadiprawiro. 1998. Tanah dan Lingkungan. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen  Pendidikan  Dan Kebudayaan.
Poerwowidodo. 1991. Ganesha Tanah. Jakarta: Rajawali Pers.
Puslittanak. 2000. Atlas Sumberdaya Tanah Eksplorasi Indonesia skala 1:1000000 Puslittanak. Bogor. Badan Litbang Pertanian.
Siti Sulastri dan Susila Kristianingrum. 2007. “Sifat Adsorptif Terhadap Ion Kromium Dari Berbagai Jenis Tanah”. Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Mipa UNY.
Sri Hayati, Enok Maryani, Murnaria Manalu, M.M.. 2007. Ilmu  Pengetahuan Sosial. Jakarta: Esis.
Subagyo, H., N. Suharta, dan A.B. Siswanto. 2004. Tanah-tanah pertanian di Indonesia. hlm. 21−66. Dalam B.H. Prasetyo dan D.A. Suriadikarta. Pengembangan Pertanian Lahan Kering Di Indonesia. Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor
Sudadi dan Sumarno. 2000. “Pengaruh Saat Pemupukan Urea Pada Sistem Ganda Azolla-Padi Sawah Terhadap N-Kapital Tanah Dan Hasil Padi Di Entisol (Fertilizing Time Effect Of Urea In Dual System Azolla-Rice Paddy To Soil Capital Nitrogen And Rice Yield On Entisol)”. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNS Surakarta.
Tan, Kim H. (1992).Dasar-dasar Kimia Tanah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Tan, Kim H. 1986. Degradation of Soil Minerals by Organic Acid. SSSA Publ. 17: 1-25.
Young Anthony. 1976. Tropical Soil and Soil. Cambridge University Press.






























Tidak ada komentar:

Posting Komentar