LAPORAN
PRAKTIKUM
DASAR-DASAR ILMU TANAH
ACARA 1
PENYIAPAN CONTOH TANAH
Oleh
Nama : Marwah Irma
Ajriah
NIM : A1L114026
Rombongan : H1
PJ Asisten : Yeni Fatimah
KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2015
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tanah terdapat dimana-mana, tetapi
kepentingan orang terhadap tanah berbeda-beda. Seorang ahli pertambangan
menganggap tanah sebagai sesuatu yang tidak
berguna karena menutupi barang tambang yang ddicarinya. Semua bahan yang
digali kecuali batu-batunya dinamakan tanah. Demikian pula seorang ahli jalan
menganggap tanah adalah bagian permukaan bumi yang lembek sehingga perlu
dipasang batu-batu dipermukaannya agar menjadi kuat. Dalam kehidupan
sehari-hari tanah diartikan sebagai wilayah darat dimana diatanya dapat
digunakan untuk berbagai usaha, mislanya pertanian, peternakan, mendirikan
bangunan, dan lain-lain.
Dalam pertanian tanah diartikan lebih
khusus, yaitu sebagai media tumbuhnya tanaman darat. Tanah berasal dari hasil
pelapukan batuan bercampur dengan sisa-sisa bahan organik dan organisme
(vegetasi atau hewan) yang hidup diatasnya atau di dalamnya. Selain itu di
dalam tanah terdapat pula udara dan air.
Media yang baik bagi pertumbuhan tanaman
harus mampu menyediakan kebutuhan tanaman seperti air, udara, unsur hara, dan
terbebas dari bahan-bahan beracun dengan konsentrasi yang berlebihan. Dengan
demikian sifat-sifat fisik tanah sangat penting untuk dipelajari agar dapat
memberikan media tumbuh yang ideal bagi tanaman. Oleh karena itu tanah harus
dikelola dengan sebaik-baiknya agar tanah sebagai sumber daya alam dapat
digunakan secara berkesinambungan.
B.
Tujuan
1.
Menyiapkan
contoh tanah kering angin/udara dengan diameter 2 mm untuk penetapan kadar
airtanah kering angin, kadar air kapasitas lapang, dan acara derajat kerut
tanah.
2.
Menyipakan
contoh tanah halus berdiameter 0,5 mm untuk penetapan kadar air maksimum tanah,
dan acara derajat kerut tanah.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanah adalah salah satu
sistem bumi, yang bersamaan dengan sistem bumi yang lain yaitu air dan
atmosfer, menjadi inti, fungsi, perubahan dan kemantapan ekosistem. Tanah
berkedudukan khas dalam masalah ingkungan hidup,merupakan kimia lingkungan dan
membentuk landasan hakiki bagi manusia (Notohadiprawiro, 1998).
Tanah adalah akumulasi
tubuh alam bebas, menduduki sebagian besar permukaan planet bumi, yang mampu
menumbuhkan tanaman dan memiliki sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad
hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam keadaan relief tertentu selama jangka
waktu tertentu pula (Darmawijaya, 1997).
Tanah merupakan media
pertumbuhan berbagai tanaman. Tanah terdiri atas berbagai komponen organik dan
komponen anorganik. Komponen organik meliputi karbohidrat, asam dan senyawa
lain. Komponen anorganik tanah terdiri atas fragmen-fragmen batuan dan mineral
dalam berbagai ukuran dan komposisi. Komponen anorganik umumnya berupa silikat dan
oksida. Berdasarkan ukurannya dikenal tiga bagian utama, yaitu fraksi kasar
yang disebut pasir, fraksi halus yang disebut debu, dan fraksi sangat halus
yang disebut lempung (Kim H.Tan, 1992).
Berbagai jenis tanah
mempunyai sifat fisis dan sifat kimia yang berlainan satu sama lain.
Sifat-sifat ini tentu saja dipengaruhi oleh komposisi kimia dan lokasi keberadaan
tanah tersebut Pemberian perlakuan akan memberikan pengaruh yang berbeda,
tergantung pada karakteristik tanah asli. Sifat fisis dan sifat kimia ini tentu
saja akan berpengaruh pada sifat yang dikaitkan dengan pemanfaatannya, yaitu
sifat adsorptif (Siti S, dan Susila K,
2007)
Pengambilan contoh tanah berupa contoh
tanah terganggu dan agregat utuh. Contoh tanah terganggu digunakan untuk
analisis sebaran partikel tanah (tekstur tanah) dan kandungan bahan organik
tanah, sedangkan agregat utuh digunakan untuk analisis kemantapan agregat tanah
(Fort,1986).
Kesalahan dalam pengambilan contoh tanah
meliputi tiga katagori umum, yaitu kesalahan pengambilan contoh, kesalahan
dalam seleksi, dan kesalahan pengukuran (Das, 1950). Masing-masing
kesalahan, nyata berkontribusi pada total kesalahan, dan mempertimbangkan masingmasing
kesalahan sangat penting untuk menjamin prosedur pengambilan contoh yang
memuaskan. Kesalahan pengambilan contoh adalah kesalahan yang timbul karena
contoh tanah diambil terlalu sedikit dibandingkan dengan luas areal atau
populasinya. Hal ini disebabkan oleh variasi antara unit-unit populasi dalam
suatu populasi. Kesalahan ini dapat dihilangkan hanya dengan memasukkan seluruh
populasi sebagai contoh (Husein Suganda, Achmad Rachman, dan Sutono, 2013)
Dengan demikian
pengambilan contoh tanah yang diambil dilapangan haruslah representatif artinya
contoh tanah tersebut harus mewakili
suatu areal atau luasan tertentu. Penyebab utama dari contoh tanah tidak
representatif adalah kontaminasi, jumlah contoh tanah yang terlalu sedikit
untuk daerah yang variabilitas keuburannya tinggi (Poerwowidodo,1991).
III.
METODE PRAKTIKUM
A.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum
acara penyiapan contoh tanah adalah mortir dan penumbuknya, saringan (2 m, 1
mm, 0,5 mm), tambir untujk peranginan, kantong plastik, spidol untuk meulis
label. Sedangkan bahan yang digunakan adalah contoh tanah terganggu yang telah
diambil dari lapang dan sudah dikeringkan selama kurang lebih satu minggu.
B.
Prosedur Kerja
1.
Contoh tanah
yang sudah dikeringanginkan ditumbuk dalam mortir secara hati-hati, kemudian
diayak dengan saringan berturut-turut dari yang berdiameter 2
mm, 1 mm dan 0,5 mm. Contoh tanah yang tertampung di atas saringan
berturut-turut dari yang berdiameter 2mm, sedang yang lolos saringan 0,5 mm
adalah contoh tanah halus (< 0,5).
2. Contoh
tanah yang diperoleh dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label
seperlunya.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Pembahasan
Menurut
Young (1976) Andisol secara genetik diartikan sebagai tanah yang berasal dari
abu vulkanik yang mengandung proporsi yang tinggi bahan vitrik (glassy).
Andisol adalah tanah yang berkembang dari
bahan vulkanik seperti abu vulkan,
batu apung, silinder, lava dan sebagainya, dan atau bahan volkanik
lastik yang fraksi koloidnya didominasi oleh mineral “short range order”
(alofan, imogolit, ferihidrit) atau kompleks Al humus.
Dalam
keadaan lingkungan tertentu, pelapukan alumino silikat primer dalam bahan induk
non-vulkanik dapat menghasilkan mineral “short range order”, sebagian tanah
seperti ini yang termasuk dalam Andisol (Hardjowigeno, 1993).
Tanah
Andisol adalah tanah yang berwarna hitam
kelam, sangat porous, mengandung bahan organik dan lempung tipe amorf, terutama
alofan serta sedikit silika, alumina atau hodroxida-besi. Tanah yang terbentuk
dari abu vulkanik ini umumnya ditemukan didaerah dataran tinggi (>400 m di
atas permukaan laut) (Darmawijaya, 1990).
Aktivitas
gunung api menghasilkan bahan piroklastik yang merupakan sumber bahan
induk tanah vulkanis, yang dalam Sistem Taksonomi Tanah diklasifikasikan
sebagai Andisol (Soil Survey Staff, 1990). Luas Andisol di Indonesia mencapai 6,5
juta ha atau sekitar 3,4% dari luas daratan dan merupakan areal pertanian
yang penting, terutama untuk tanaman hortikultura dan perkebunan (Lembaga
Penelitian tanah, 1972).
Tanah
vulkanis atau tanah andisol adalah tanah yang terjadi dari pelapukan
batu-batuan vulkanis, baik dari batu yang telah membeku, maupun dari abu gunung
api. Tanah tuff terjadi dari abu gunung api dan bersifat sangat subur.
Salah satu ciri tanah andisol adalah warna merah kecoklatan hingga hitam kelam.
Tanah andisol sangat cocok untuk daerah pertanian dan perkebunan. Tanah
Vulkanis merata di wilayah Indonesia, sesuai dengan persebaran gunung api,
sperti di Jawa dan Sumatera). (Amir dan Kun). Proses pembentukan tanah yang
utama pada Andisol adalah pelapukan dan transformasi (perubahan bentuk).
Proses pemindahan bahan (translokasi) dan penimbunan bahan-bahan
tersebut di dalam solum sangat sedikit. Akumulasi bahan organik dan terjadinya
kompleks bahan organik dengan Al merupakan sifat khas pada beberapa
Andisol (Hardjowigeno, 1993).
Tanah
andisol terbentuk di wilayah dataran tinggi lebih dari 1000 mdpl yang memiliki
curah hujan antara 2.500-7000 mm/tahun. Sifat tanah andisol umumnya peka
terhadap erosi. Produktivitas tanah ini sedang hingga tinggi. Penggunaannya
terutama untuk tanaman sayuran, kopi, buah-buahan, teh, kina dan pinus. (Sri
dan dkk, 2007)
Di
Indonesia, Ultisol umumnya belum tertangani dengan baik. Dalam skala besar,
tanah ini telah dimanfaatkan untuk perkebunan kelapa sawit, karet dan hutan
tanaman industri, tetapi pada skala petani kendala ekonomi merupakan salah satu
penyebab tidak terkelolanya tanah ini dengan baik. Pemanfaatan
tanah Ultisol untuk pengembangan tanaman pangan lebih banyak menghadapi kendala
dibandingkan dengan untuk tanaman perkebunan. Oleh karena itu, tanah ini banyak
dimanfaatkan untuk tanaman perkebunan kelapa sawit, karet, dan hutan tanaman
industri, terutama di Sumatera dan Kalimantan (B.H. Prasetyo dan D.A. Suriadikarta, 2006).
Ultisol merupakan salah satu jenis
tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau
sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia (Subagyo et al. 2004).
Sebaran terluas terdapat di Kalimantan (21.938.000 ha), diikuti di Sumatera
(9.469.000 ha), Maluku dan Papua (8.859.000 ha), Sulawesi (4.303.000 ha), Jawa
(1.172.000 ha), dan Nusa Tenggara (53.000 ha). Tanah ini dapat dijumpai pada
berbagai relief, mulai dari datar hingga bergunung.
Ultisol
dapat berkembang dari berbagai bahan induk, dari yang bersifat masam hingga
basa. Namun sebagian besar bahan induk tanah ini adalah batuan sedimen masam.
Penampang tanah yang dalam dan kapasitas tukar kation yang tergolong sedang
hingga tinggi menjadikan tanah ini mempunyai peranan yang penting dalam
pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia. Hampir semua jenis tanaman
dapat tumbuh dan dikembangkan pada tanah ini, kecuali terkendala oleh iklim dan
relief. Kesuburan alami tanah Ultisol umumnya terdapat pada horizon A yang
tipis dengan kandungan bahan organik yang rendah (B.H. Prasetyo dan D.A. Suriadikarta, 2006).
Tanah Ultisol dari bahan sedimen sudah
mengalami dua kali pelapukan, yang pertama pada waktu pembentukan batuan
sedimen dan yang kedua pada wak-tu pembentukan tanah. Dengan demikian ada
kemungkinan bahwa kandungan Al pada batuan sedimen sudah sangat tinggi. Kondisi
ini akan berbeda bila tanah Ultisol terbentuk dari bahan volkan dan batuan
beku. Pada tanah tersebut Al hanya berasal dari pelapukan batuan bahan
induknya. Kondisi ini juga masih dipengaruhi oleh pH. Pada bahan induk yang
bersifat basa, pelepasan Al tidak sebanyak pada batuan masam, karena pH tanah
yang tinggi dapat mengurangi kelarutan hidroksida Al. (B.H. Prasetyo dan D.A.
Suriadikarta, 2006).
Inceptisol
adalah tanah yang belum matang (immature) dengan perkembangan profil yang lebih
lemah dibanding dengan tanah matang, dan masih banyak menyerupai sifat bahan
induknya. Penggunaan Inceptisol untuk pertanian atau nonpertanian adalah
beraneka ragam. Daerah-daerah yang berlereng curam atau hutan, rekreasi atau
wildlife, yang berdrainase buruk hanya untuk tanaman pertanian setelah drainase
diperbaiki (Hardjowigeno, 1993).
Inceptisol
merupakan tanah yang tersebar luas di Indonesia terutama di daerah perairan
yang rentan terhadap pencemaran akibat tumpahan minyak atau oli.Tanah
Inceptisol yang mengandung jenis mineral liat termasuk tanah pertanian utama di
Indonesia karena mempunyai sebaran yang sangat luas. Luasannya sekitar 70,52
juta ha atau 37,5% (Puslittanak, 2000). Tanah tersebut mempunyai prospek yang
cukup besar untuk dikembangkan sebagai sentra produksi tanaman pangan terutama
padi, jagung, dan kedelai asal diba- rengi dengan pengelolaan tanah dan tanaman
yang tepat.
Inceptisol
yang banyak dijumpai pada tanah sawah memerlukan masukan yang tinggi baik untuk
masukan anorganik (pemupukan berimbang N, P, dan K) maupun masukan organik
(pencampuran sisa panen kedalam tanah saat pengolahan tanah, pemberian pupuk
kandang atau pupuk hijau) terutama bila tanah sawah dipersiapkan untuk tanaman
palawija setelah padi. Kisaran kadar C-Organik dan kapasitas tukar kation (KTK)
dalam inceptisol dapat terbentuk hampir di semua tampat, kecuali daerah kering,
mulai dari kutub sampai tropika (Munir, 1996).
Beberapa
factor yang mempengaruhi pembentukan Inceptisol adalah:
1. Bahan induk yang sangat resisten.
1. Bahan induk yang sangat resisten.
2.
Posisi dalam landscape yang ekstrim yaitu daerah curam atau lembah.
3. Permukaan geomorfologi yang muda, sehingga pembentukan tanah belum lanjut.
3. Permukaan geomorfologi yang muda, sehingga pembentukan tanah belum lanjut.
Tidak
ada proses pedogenik yang dominan kecuali leaching, meskipun mungkin semua
proses pedogenetik adalah aktif. Di lembah-lembah yang selalu tergenang air
terjadi proses gleisasi sehingga terbentuk tanah dengan khroma rendah. Di
tempat dengan bahan induk resisten, proses pembentukan liat terhambat. Bahan
induk pasir kuarsa memungkinkan pembentukan hodison spodik melalui proses
podsolisasi. (Darmawijaya, 1990)
Entisol merupakan tanah yang baru berkembang.
Walaupun demikian tanah ini tidak hanya berupa bahan asal atau bahan induk
tanah saja tetapi harus sudah terjadi proses pembentukan tanah yang
menghasilkan epipedon okhrik. Banyak tanah Entisol yang digunakan untuk usaha
pertanian misalnya di daerah endapan sungai atau daerah rawa-rawa pantai. Padi
sawah banyak ditanam di daerah-daerah Aluvial ini (Hardjowigeno, 1993).
Bahan
penyusun tanah ini kebanyakan berupa bahan tanah yang masih lepas, dengan
perkembangan tanah yang sangat lemah dan daya menahan air sedikit
(Notohadiprawiro, 1998). Menurut Darmawijaya (1997) profil Entisol tidak
memperlihatkan translokasi bahan. Entisol dapat dimanfaatkan secara intensif
sebagai kawasan budidaya padi sawah. Tanah ini pada umumnya memberikan hasil
produksi padi cukup baik bila dipupuk N, P, dan K secara cukup dan penyediaan
airnya dapat dikendalikan (Munir, 1996).
Di Indonesia tanah Entisol banyak diusahakan
untuk areal persawahan baik sawah teknis maupun tadah hujan pada daerah dataran
rendah. Tanah ini mempunyai konsistensi lepas-lepas, tingkat agregasi rendah,
peka terhadap erosi dan kandungan hara tersediakan rendah. Potensi tanah yang
berasal dari abu vulkan ini kaya akan hara tetapi belum tersedia, pelapukan
akan dipercepat bila terdapat cukup aktivitas bahan organik sebagai penyedia
asam-asam organik (Tan, 1986).
Vertisol
adalah tanah yang berwarna abu-abu,gelap hingga kehitaman, bertekstur liat,
mempunyai sklickenside dan rekahan
yang secara periodik dapat membuka dan menutup. Tanah vertisol umumnya
terbentuk dari bahan sedimen yang mengandung mineral smektit dalam jumlah
tinggi, di daerah datar, cekungan hingga berombak ( Driessen and Dudal, 1989 ).
Pembentukan
tanah Vertisol terjadi melalui dua proses utama, pertama proses terakumulasinya
mineral 2:1 (smektit) dan yang kedua adalah
proses mengembang dan mengkerut yang erjadi secara periodik sehingga
membentuk slickenside atau relief
mikro gilgani (van Wambeke,1992). Tanah ini sagat dipengaruhi oleh proses argillipedoturbation, yaitu
prosespencampuran tanah lapisan atas dan bawah yang diakibatkan oleh kondisi
basah dan kering yang disertai pembentukan rekahan-rekahan secara periodik
(Fanning and Fanning,1989).
Hardjowigeno .(1993) menyatakan bahwa
faktor penting dalam pembentukan tanah ini adalah adanya musim kering di setiap
tahun, meskipun lama musim kering tersebut bervariasi. Di daerah yang paling
kering, tanah hanya basah selama 1-2 bulan. Sedangkan di daerah yang paling
basah tanah hanya kering selama beberapa minggu setiap tahun.
Vertisols yang ditemukan
antara 50 ° N dan 45 ° S khatulistiwa. area utama di mana vertisols yang
dominan adalah timur Australia (khususnya pedalaman Queensland dan New South
Wales), Dataran Tinggi Deccan India, dan bagian selatan Sudan, Ethiopia, Kenya,
dan Chad (yang Gezira), dan Sungai Parana rendah di Amerika Selatan .
daerah-daerah lain dimana vertisols yang dominan termasuk Texas selatan dan Meksiko
yang berdekatan, timur laut Nigeria, Thrace, dan bagian dari Cina timur.
Vegetasi alami vertisols adalah padang rumput, savana, atau hutan berumput.
Pengambilan
contoh tanah merupakan tahapan penting untuk penetapan sifat-sifat fisik tanah
di laboratorium. Prinsipnya, hasil analisis sifat-sifat fisik tanah di
laboratorium harus dapat menggambarkan keadaan sesungguhnya sifat fisik tanah
di lapangan. Keuntungan penetapan sifat-sifat fisik tanah yang dilakukan di
laboratorium dapat dikerjakan lebih cepat, dan dalam jumlah contoh tanah
relatif lebih banyak. Kerugiannya adalah contoh tanah yang diambil di lapangan
bersifat destruktif, karena dapat merusak permukaan tanah, seperti terjadinya
lubang bekas pengambilan contoh tanah, cenderung menyederhanakan kompleksitas
sistem yang ada di dalam tanah, dan sebagainya.
Ada tiga macam cara pengambilan contoh
tanah, yaitu :
1. Contoh
tanah utuh atau tidak terganggu (undisturb soil sampel) : digunakan untuk
analisis sifat fisik tanah (bonot isi, prioritas dan permeabilitas tanah).
2. Contoh
tanah terganggu (undisturb soil agregate) : digunakan untuk analisis sifat
kimia dan sifat fisik lainnya (tekstur, kadar air tanah /pF) dapat diambil
denganmenggunakan cangkul,sekop, atau auger
(bor tanah).
3. Contoh
tanah agregat utuh (undisturb soil agregate) : digunakan analisis indeks kestabilitas agregat. Dapat diambil
menggunakan cangkul pada kedalaman 0-20 cm (Leiwakabessy, 1985).
Contoh
tanah utuh merupakan contoh tanah
yang diambil dari lapisan tanah tertentu dalam keadaan tidak terganggu,
sehingga kondisinya hampir menyamai kondisi di lapangan. Contoh tanah tersebut
digunakan untuk penetapan angka berat volume (berat isi, bulk density),
distribusi pori pada berbagai tekanan (pF 1, pF 2, pF 2,54, dan pF 4,2 dan
permeabilitas. Untuk memperoleh contoh tanah yang baik dan tanah di dalam
tabung tetap seperti keadaan lapangan (tidak terganggu), maka perbandingan
antara luas permukaan tabung logam bagian luar (tebal tabung) dan luas
permukaan tabung bagian dalam tidak lebih dari 0,1.
Contoh
tanah terganggu dapat juga digunakan
untuk analisis sifatsifat kimia tanah. Kondisi contoh tanah terganggu tidak
sama dengan keadaan di lapangan, karena sudah terganggu sejak dalam pengambilan
contoh. Contoh tanah ini dapat dikemas menggunakan kantong plastik tebal atau
tipis. Kemudian diberi label yang berisikan informasi tentang lokasi, tanggal
pengambilan, dan kedalaman tanah. Label ditempatkan di dalam atau di luar
kantong plastik. Jika label dimasukkan ke dalam kantong plastik bersamaan
dengan dimasukkannya contoh tanah, maka label alam ini perlu dibungkus dengan
kantong plastik kecil, agar informasi yang telah tercatat tidak hilang karena
terganggu oleh kelembapan air tanah. Pengangkutan semua contoh tanah hendaknya
berpegang kepada prinsip dasar, bahwa contoh tanah tidak boleh tercampur satu
sama lain dan tidak mengalami perubahan apapun selama dalam perjalanan.
Contoh
tanah agregat utuh adalah contoh
tanah berupa bongkahan alami yang kokoh dan tidak mudah pecah Contoh tanah ini
diperuntukkan bagi analisis indeks kestabilitas agregat (IKA). Contoh diambil
menggunakan cangkul pada kedalaman 0-20 cm.
Bongkahan
tanah dimasukkan ke dalam boks yang terbuat dari kotak seng, kotak kayu atau
kantong plastik tebal. Dalam mengangkut contoh tanah yang dimasukkan ke dalam
kantong plastik harus hati-hati, agar bongkahan tanah tidak hancur di
perjalanan, dengan cara dimasukkan ke dalam peti kayu atau kardus yang kokoh.
Untuk analisis IKA dibutuhkan 2 kg contoh tanah. (Husein Suganda, Achmad Rachman, dan Sutono,
2013)
V.
KESIMPULAN
A.
Simpulan
Tanah memiliki berbagai jenis, sifat
fisik, dan sifat kimia. Hal tersebut bisa terjadi karena proses pembentukan
yang berbeda-beda. Berdasarkan atas horison-horison penciri dan sifat-sifat
penciri lain maka tanah di dunia ini dapat dikelompokkan ke dalam dua belas
ordo, yaitu alfisol,andisol, aridisol, entisol, gelisol, histosol, inceptisol,
mollisol, oxisol, spodosol, ultisol dan vertisol. Namun dalam praktikum kali
ini hanya ada contoh tanah andisol, ultisol, inceptisol, entisol, dan vertisol.
Setiap
jenis tanah memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga tanaman yang cocok
untuk ditanami pada setiap jenis tanah pun berbeda, begitu pula dengan cara
bercocok tanam, dan pemupukannya. Dengan mengetahui berbagai jenis tanah, maka
orang yang berkecimpung di bidang pertanian bisa mengetahui jenis tanah dan apa
tanaman yang cocok untuk tanah tersebut. Sehingga pertumbuhan tanaman menjadi
lebih baik.
Penyiapan
contoh tanah adalah tahap pertama untuk melakukan penelitian terhadap tanah.
Ada tiga macam cara pengambilan contoh tanah, yaitu contoh tanah utuh, yaitu
tanah yang belum terganggu. Yang kedua adalah contoh tanah tidak utuh, yaitu
tanah yang sudah terganggu, bukan dalam keadaan alami seperti di lapang. Yang
ketiga adalah contoh tanah agregat utuh, yaitu tanah yang berupa bongkahan utuh
yang tidak mudah pecah.
B.
Saran
1.
Sebaiknya dalam
penyiapan contoh tanah, pengambilan tanah dilakukan secara teliti agar tidak
terjadi kesalahan.
2.
Dalam
pengepakan/penyimpanan dan pemberian label dilakukan seecara hati-hati dan
teliti agar tanah tidak rusak ataupun tertukar dengan tanah lain.
DAFTAR PUSTAKA
B.H. Prasetyo dan D.A. Suriadikarta,
2006. “Pengembangan Pertanian Lahan Kering Di Indonesia. Balai Besar Penelitian
Dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian”. Bogor
Darmawijaya,
M. I. 1997. Klasifikasi Tanah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Das, A. C. 1950. “Two-dimensional systematic sampling and associated
stratified and random sampling”. Sankhya 10: 95-108.
Fort,
Henry D. 1986. Fundamental of Soil
Science. Yogyakarta: Gadjah Mada University.
Ghefira
Rahimah Riony, Mohammad Iqbal, Mia Nur Aida, Nibras Hanif M., dan Trixie Almira
Ulimaz. Tanah Andisol. Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran.
2013.
Hardjowigeno,
Sarwono. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo.
Husein Suganda, Achmad Rachman, dan Sutono. 2013. “Petunjuk
Pengambilan Contoh Tanah”. Pengambilan Contoh Tanah.pdf
Junaidi. Muyassir. Syafruddin.
2013. “Penggunaan Bakteri Pseudomonas Fluorescens Dan Pupuk Kandang
Dalam Bioremediasi Inceptisol Tercemar Hidrokarbon”. Magister Konservasi Sumberdaya Lahan
.Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala.
Leiwakabessy, F. M. Dan O. Koswara.1985.Metode dan Teknik Pengumpulan, Analisis dan
Interpretasi Data Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB.
Munir.
1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia. Pustaka Jaya. Jakarta.
Notohadiprawiro.
1998. Tanah dan Lingkungan. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
Poerwowidodo.
1991. Ganesha Tanah. Jakarta:
Rajawali Pers.
Puslittanak. 2000. Atlas Sumberdaya
Tanah Eksplorasi Indonesia skala 1:1000000 Puslittanak. Bogor. Badan Litbang Pertanian.
Siti Sulastri dan Susila Kristianingrum. 2007.
“Sifat Adsorptif Terhadap Ion Kromium Dari Berbagai Jenis Tanah”. Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Mipa UNY.
Sri Hayati,
Enok Maryani, Murnaria Manalu, M.M.. 2007. Ilmu Pengetahuan Sosial.
Jakarta: Esis.
Subagyo,
H., N. Suharta, dan A.B. Siswanto. 2004. Tanah-tanah pertanian di Indonesia.
hlm. 21−66. Dalam B.H.
Prasetyo dan D.A. Suriadikarta. Pengembangan Pertanian Lahan Kering Di Indonesia. Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor
Sudadi dan Sumarno. 2000. “Pengaruh Saat Pemupukan Urea Pada Sistem
Ganda Azolla-Padi Sawah Terhadap N-Kapital Tanah Dan Hasil Padi Di Entisol (Fertilizing
Time Effect Of Urea In Dual System Azolla-Rice Paddy To Soil Capital Nitrogen
And Rice Yield On Entisol)”. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNS
Surakarta.
Tan,
Kim H. (1992).Dasar-dasar Kimia Tanah. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Tan,
Kim H. 1986. Degradation of Soil Minerals by Organic Acid. SSSA Publ.
17: 1-25.
Young Anthony. 1976. Tropical Soil and Soil.
Cambridge University Press.